Akhir-akhir ini, masyarakat di seluruh penjuru dunia sedang menyambut pergantian Tahun Baru 2016. Seperti negara-negara lain di dunia, masyarakat di Indonesia pun, khususnya yang Muslim ternyata juga tidak ketinggalan untuk bersiap-siap merayakannya.
Jika di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Korea, dan China, masyarakatnya menghabiskan malam Tahun Baru dengan mengunjungi tempat ibadah untuk berdoa. Maka di Indonesia, meniup terompet sudah menjadi tradisi masyarakat saat menyambut pergantian tahun.
Sayangnya, hingga saat ini tak banyak orang yang tahu mengapa terompet dipilih untuk menyambut datangnya tanggal 1 Januari tersebut!! Dan yang lebih ironi, mereka juga tidak tahu menahu tentang hukumnya menurut syariat Islam!!!
Semula, “budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi” saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka (bulan Tisyri). Walaupun setelah itu mereka merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian.
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai), sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Sebenarnya, shofar (serunai) sendiri digolongkan sebagai terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahanRenaisance hingga kini.
Inilah sejarah terompet dan asal penggunaannya. Dia merupakan syi’ar dan simbol keagamaan Yahudi dan orang-orang Kafir saat merayakan tahun baru. Selain itu, terompet juga dipakai oleh bangsa Yahudi dalam mengumpulkan manusia saat mereka ingin beribadah dalam sinagoge (tempat ibadah) mereka.
Perkara ini telah dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Umarradhiyallahu ‘anhu saat beliau berkata,
“Dahulu kaum Muslimin saat datang ke Madinah, mereka berkumpul seraya memperkirakan waktu sholat yang (saat itu) belum di-adzani. Di suatu hari, mereka pun berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian orang diantara mereka berkomentar, “Buat saja lonceng sepertilonceng orang-orang Nashoro”. Sebagian lagi berkata, “Bahkan buat saja terompet seperti terompet kaum Yahudi”. Umar pun berkata, “Mengapa kalian tak mengutus seseorang untuk memanggil (manusia) untuk sholat”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Bilal, bangkitlah lalu panggillah (manusia) untuk sholat (adzan)”. (HR. Al-Bukhari nomor 604 dan Muslim nomor 377)
Dari Abu ‘Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk shahabiyah anshor, “Nabi memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat. Namun Nabi tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai terompet. Nabipun tidak setuju, beliau bersabda : ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pulang dalam kondisi memikirkan agar yang dipikirkan Nabi. Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan”. (HR. Abu Daud, shahih)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Terompet dan sangkakala sudah dikenal. Maksudnya (hadits ini), bahwa terompet itu ditiup lalu berkumpullah mereka (orang-orang Yahudi) saat mendengar suara terompet. Ini adalah syi’ar kaum Yahudi. Ia disebut juga dengan shofar (serunai)”. [Lihat Fathul Bari (2/399), cet. Dar Al-Fikr]
Syaikhul Islam Abul Abbas Al-Harroniy rahimahullah berkata, “Tujuan kita disini bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala membenci terompet Yahudi yang tertiup dengan mulut dan lonceng Nashoro (Kristen) yang dipukul dengan tangan, maka beliau menjelaskan sebab (beliau membenci terompet) bahwa ini (terompet Yahudi) termasuk urusan agama Yahudi, dan beliau menjelaskan sebab (beliau membenci lonceng) bahwa ini (lonceng Nashoro) termasuk urusan agama Nashoro.
Karena penyebutan sifat setelah hukum menunjukkan bahwa ia adalah sebab bagi kebencian tersebut. Ini mengharuskan pelarangan dari segala perkara yang termasuk urusan agama Yahudi dan Nashoro”. Demikianlah perkaranya. Padahal terompet Yahudi, konon kabarnya ia terambil dari Musa –alaihis salam- dan bahwa di zaman beliau terompet ditiup. Adapun lonceng, maka ia perkara yang diada-adakan. Sebab mayoritas syariat kaum Nashoro telah diada-adakan oleh para pendeta dan ahli ibadah mereka.
Kebencian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap terompet Yahudi dan lonceng Nashoro demi menyelisihi mereka. Ini menuntut dibencinya jenis suara ini secara mutlak pada selain sholat juga. Karena hal itu termasuk urusan agama Yahudi. Sebab orang-orang Nashoro memukul lonceng di luar waktu-waktu ibadah mereka… Sungguh kebanyakan orang dari kalangan umat ini (baik raja, maupun selainnya) telah tertimpa oleh syi’ar Yahudi dan Nashoro ini”. [Lihat Al-Iqtidho’ (5/19)]
Apa yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam rahimahullah amatlah benar. Anda lihat di malam tahun baru, banyak diantara kaum Muslimin yang jahil ikut meniup terompet. Padahal semua itu adalah syi’ar agama Yahudi yang dilarang untuk ditiru.
Jika ada yang berkata, “Ini kan sekedar tiup terompet, kenapa dilarang?“. Maka jawabannya : Keserupaan fisik dan dzahir bisa membuat kedekatan hati dan batin. Contoh sederhananya, misalnya jika sesroang bertemu dengan orang lain yang seragamnya sama, maka ia akan langsung merasa dekat dan bisa jadi akrab. Inilah penyebab dilarangnya menyerupai suatu kaum diluar Islam.
Lantaran itu, perbuatan ini kita harus jauhi, sebab Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut”. (HR. Abu Dawud nomor 4031). Dihasankan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah nomor 4347)
Walaupun dalam hal yang mungkin dianggap kecil seperti terompet, akan tetapi Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan hal ini. Karena sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal dan mulai dari hal yang kecil akan mengikuti mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”. (HR. Muslim nomor 2669)
Berkata Sufyan Ibnu ‘Uyainah dan yang lainnya dari kalangan salaf,
“Sungguh orang yang rusak dari kalangan ulama kita, karena penyerupaannya dengan Yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita, karena penyerupaannya dengan Nashrani”. (Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim 1/79 Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, Syamilah)
Orang Nashrani dan Yahudi tidak akan ridha sampai kita mengikuti mereka. Allah Ta’alaberfirman :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka”. (QS. Al-Baqarah 2 : 120)
Terakhir, kami nasihatkan kepada kaum Muslimin semuanya agar menjauhkan terompet-terompet Yahudi dari anak-anak dan rumah-rumah kita setelah kita mengetahui keharamanya, serta membenci dan meninggalkannya. Sebab, benda itu hanyalah mengingatkan kita kepada agama dan syi’ar kekafiran mereka, yakni bangsa yang disebut Allah sebagai bangsa kera dan babi, yakni Yahudi.
0 komentar:
Posting Komentar