Bagi perempuan, menawar barang dengan harga murah biasanya selalu dibanggakan. Tapi, taukah jika menawar harga kepada pedagang dengan harga yang tak masuk akal malah jadi perbuatan yang semena-mena.
Ada sebuah contoh kisah seorang istri yang membanggakan kelihaiannya untuk menawar barang. Tapi kali ini, suami marah besar ketika sang istri bisa menawar harga yang sangat murah. Kenapa? Ini kisahnya:
Sebagai istri saya tentu ingin disayang suami. Belajar masak, rajin bersih-bersih rumah, berlaku lembut penuh cinta kepada suami, dan berusaha hemat dalam penggunaan uang belanja biar disebut istri cerdas dan yang tersayang.
Setiap kali belanja kemanapun, saya pasti ngotot berusaha menawar dagangan dengan harga semurah mungkin. Diskon seribu dua ribu saya kejar, padahal energi yang dikeluarkan untuk tawar-menawar panjang bisa lebih dari itu.
Tapi demi disayang suami, saya tetep ngotot. Tak jarang suami yang mengantar mulai tidak sabar dan geleng-geleng kepala. Saya sih cuek saja, istri pelitnya ini selalu beralasan sama, kan biar hemat.
Suatu sore setelah lelah keliling pasar, di perjalanan menuju parkiran mobil seorang pedagang tanaman bunga yang berusia sepuh menawarkan dagangannya:
Pedagang: “Neng, beli neng dagangan bapak, bibit bunga mawar 5 pot cuma 25.000 per pot”
Tadinya saya cuek, tapi tiba-tiba teringat pekarangan mungil di rumah yang kosong, wah murah nih pikir saya, cuma 25.000/pot, tapi ah pasti bisa ditawar.
Saya: “Ah mahal banget pak 25.000, udah 10.000 per pot,” dengan gaya cuek saya menawar sadis.
Pedagang : “Jangan neng, ini bibit bagus. Bapak jual udah murah, 15.000 aja gimana neng bapak udah sore mau pulang".
Saya ragu sejenak, memang murah sih. Di toko, bibit bunga mawar paling tidak 45.000 harga per pot. Tapi bukan saya dong kalau tidak berjuang.
Saya: “Halaaah udah pak, 10.000 ribu aja kalau gak dikasih ya gak apa-apa,” saya berlagak hendak pergi.
Pedagang : “Eh neng…,” dia ragu sejenak dan menghela nafas. “Ya sudah neng gak apa-apa 10.000, tapi neng ambil semuanya ya, bapak mau pulang udah sore.”
Saya: (Saya bersorak dalam hati. Yeee…menang) “Oke, jadi 50.000 ribu ya utk 5 pot. Bawain sekalian yaaa.. ke mobil saya, tuh yang di ujung parkiran.”
Saya pun melenggang pergi menyusul suami yang sudah duluan. Si Pedagang mengikuti di belakang. Sesampainya di parkiran, si Pedagang membantu menaruh pot-pot tadi ke dalam mobil, saya membayar 50.000 lalu si Pedagang tadi pergi.
Lalu terjadilah percakapan berikut dengan suami,
Saya: “Bagus kan yaaang, aku dapet 5 pot bibit bunga mawar harga murah.”
Suami: “Oohh..berapa kamu bayar ?”
Saya: “50 ribu.”
Suami: “Hah…!!! Itu semua 5 pot ?” dia kaget
Saya: “Iya dong… hebat kan aku nawarnya ?
Tadi Dia nawarinnya 25.000 1 pot".
Saya tersenyum lebar dan bangga.
Suami: “Gila kamu, sadis amat. Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu susul itu si Pedagang itu sekarang, kamu bayar dia 125.000 tambah upah bawain ke mobil 25.000 lagi. Nih, kamu kejar kamu kasi dia 150.000 !!!”
Suami membentak keras dan marah, saya kaget dan bingung.
Saya: “Tapi…kenapa..?”
Suami: (Makin kencang ngomongnya) “Cepetan susul sana, tunggu apa lagi !!!.”
Tidak ingin dibentak lagi, saya langsung turun dari mobil dan berlari mengejar si Pedagang tua. Saya lihat dia hendak naik angkot di pinggir jalan.
Saya: “Pak……tunggu pak…”
Paman : “Eh, neng kenapa?”
Saya: “Pak, ini uang 150.000 pak dari suami saya katanya buat bapak, bapak terima ya, saya gak mau dibentak suami, saya takut.”
Pedagang: “Lho, neng kan tadi udah bayar 50.000, bener kok uangnya,” si Pedagang keheranan.
Saya: “udah pak terima aja. Ini dari suami saya. Katanya harga bunga bapak pantesnya dihargain segini".
Sambil saya serahkan uang 150.000 ke tangannya.
Pedagang (Tiba-tiba menangis dan berkata): “Ya Allah… makasih banyak neng… ini jawaban do'a bapak dari pagi, seharian dagangan bapak gak ada yang beli, yang noleh pun nggak ada. Anak istri bapak lagi sakit di rumah gak ada uang buat berobat. Pas neng nawar bapak pikir gak apa-apa harga segitu asal ada uang buat beli beras aja buat makan. Ini bapak mau buru-buru pulang kasian mereka nunggu. Makasih ya neng… suami neng orang baik. Neng juga baik jadi istri nurut sama suami, Alhamdulillah yaaa Allah... neng maaf, bapak mau buru buru pulang…,” dan si bapak pun berlalu.
Saya: (speechless dan kembali ke mobil).
Sepanjang perjalanan saya diam dan menangis, benar kata suami, tidak pantas menghargai jerih payah orang dengan harga semurah mungkin hanya karena kita pelit. Berapa banyak usaha si bapak sampai bibit itu siap dijual, tidak terpikirkan oleh saya.
Sejak itu, saya berubah dan tak pernah lagi menawar sadis kepada pedagang kecil manapun. Percaya saja bahwa rejeki sudah diatur oleh Tuhan.
Ribuan orang menangis membaca cerita ini, pengingat untuk kita yang kadang tidak adil dalam memperlakukan orang lain semena-mena. Semoga tidak terjadi pada anda..... Jika itu terjadi, dapat menjadi bahan pertimbangan.
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung" (At-Taghobun:11).
Sumber : cerminan.com
0 komentar:
Posting Komentar