HARI kasih sayang atau Valentine’s day akan segera menjemput para pecinta untuk meluapkan segala bentuk kasih sayang kepada mereka yang terkasih.
Di hari tersebut, setiap insan tanpa ada batasan usia, suku, ras bahkan lintas agama seakan-akan wajib untuk mengimplementasikan cintanya dalam bentuk rangkaian bunga dan coklat manis yang di dominasi bentuk hati. Saling berbagi kebahagiaan dengan memberikan kado istimewa kepada orang tercinta tak lupa dibumbui dengan kata-kata ungkapan hati yang indah, tentunya semakin membuat Valentine’s day menjadi hari yang penuh makna nan romantis.
Jika kita melihat hanya dari sisi cinta, kasih sayang, berbagi atau semacamnya, tentu tidak ada masalah. Karena manusia memang lahir dengan fitrah untuk saling mengasihi antar sesama. Namun bila menggunakan kacamata Islam ditambah dengan mengetahui asal usul kemunculan Valentine’s day itu sendiri, tentu ada banyak hal yang umat Islam harus waspadai dan sadari.
Pada abad ke-4 SM, setiap tanggal 15 Februari, orang-orang Romawi mengadakan sebuah perayaan yang bertujuan untuk menghormati dewa yang bernama Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Perayaan tersebut dilakukan dalam rangka memilih pasangan dalam bentuk undian. Siapapun nama yang terpilih, mereka akan menikah dan setahun kemudian diadakan lagi undian dan begitu seterusnya.
Setelah berabad-abad berlalu, pada masa Kaisar Claudius, pernikahan menjadi hal yang terlarang karena dia berambisi agar seluruh lelaki di kerajannya saat itu menjadi bagian dari pasukannya. Namun atas nama cinta sang pendeta bernama St. valentine, dengan berani melanggar peraturan tersebut dengan tetap menikahkan pasangan muda-mudi hingga akhirnya di jatuhi hukuman mati pada tanggal 14 Februari 269 M.
Kemudian pada tahun 494 M, Paus Gelasius I mengubah upacara Lupercaria menjadi perayaan resmi gereja. Dan dua tahun kemudian demi mengingat “jasa” sang pendeta yang telah berkorban atas nama cinta, tanggal kematian St. valentine pun dijadikan sebagai hari kasih sayang atau valentine’s day menggantikan upacara Lupercaria.
Dari asal muasal hari Valentine saja sudah jelas bahwa perayaan tersebut bukanlah berasal dari Islam, maka waspada adalah sikap yang harus dimiliki umat Islam agar tidak terkategori tasyabbuh bil kuffar atau menyerupai perbuatan orang kafir. Rasulallah bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad)
Sederhananya, haram bagi umat Islam untuk ikut-ikutan merayakan hari Valentine karena itu bukanlah kebudayaan yang bersumber dari akidah Islam. Apalagi ditambah fakta bahwa Valentine sering menjadi ajang bagi muda-mudi untuk melakukan pergaulan bebas atas nama cinta. Jelas, perbuatan tersebut bukannya memurnikan nilai cinta, justru malah menodai kesucian cinta yang hakiki.
Lantas, apakah Islam tidak mengajarkan tentang kasih sayang? Hingga melarang umatnya untuk merayakan hari kasih sayang? Tentu itu sebuah pertanyaan yang tendesius agar menghalalkan perayaan orang-orang kafir tersebut.
Islam adalah agama rahmat yang mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk diantaranya masalah hati. Islam tidak pernah memberikan batasan waktu kapan harus saling mengasihi maupun mencintai. Islam senantiasa mendidik umatnya agar menjadi manusia yang penuh kebaikan dan cinta kepada sesama.
Yang jadi masalah di sini adalah keikutsertaan umat Islam dalam merayakan hari Valentine itu sendiri, bukan berkasih sayangnya. Maka umat Islam harus sadar bahwa cinta bukanlah sesuatu yang haram maupun hina, karena cinta adalah sebuah fitrah yang memang Allah berikan kepada setiap insan.
Hanya saja sebagai umat yang mengakui Al-Qur’an sebagai tuntunan hidup, sudah seharusnya menyalurkan rasa cinta dengan cara-cara yang sudah Allah perintahkan dalam Al-Qur’an dan bukannya malah ikut bergembira dengan perayaan orang-orang di luar Islam. Wallu’alam bi showab
Sumber : islampos.com
0 komentar:
Posting Komentar