Waspadai kecurangan pengisian BBM di SPBU, ini daftar temuannya



Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengakui masih terdapat alat ukur bahan bakar minyak (BBM) yang tak akurat. Ini berakibat kerugian konsumen.

"Masih ditemukan ketidakakuratan timbangan, alat ukur yang merugikan konsumen," kata Direktur BBM BPH Migas Hendri Rahmat, Jakarta, Selasa (16/2).

Maka itu, BPH Migas menggandeng Kementerian Perdagangan guna mengawasi alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapan lain yang digunakan dalam pendistribusian BBM.

"Tujuannya, terwujudnya kerja sama dan sinergi antara BPH Migas dan Dirjen Perlindungan Konsumen, akhirnya pengguna BBM dapat memperoleh haknya, salah satunya tepat volume."

Pengawasan tersebut dilakukan secara merata, baik SPBU yang dikelola Pertamina maupun yang dikelola oleh perusahaan asing seperti Shell dan Total.

"Ya (pengawasan) sama saja," kata Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan, Hari Prawoko di Kantor BPH Migas, Jakarta.

Berikut merdeka.com akan merangkum sejumlah kecurangan yang telah ditemukan dalam penyelidikan sejauh ini. Diharapkan masyarakat bisa lebih waspada.


1. 30 Persen SPBU curang berada di Jawa

Merdeka.com - Pemerintah mencatat sebanyak 30 persen stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di pantai utara atau pantura Jawa melakukan kecurangan, tahun lalu. Dimana, SPBU mengurangi takaran bensin.

"Dari pengawasan yang kami lakukan di Pantura pada 2015 itu pelanggarannya 30 persen dari jumlah SPBU," kata Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo saat ditemui di BPH Migas, Jakarta.

Dia menjelaskan, banyak SPBU menggunakan tera meter tidak sesuai. Sekedar ilustrasi, jika konsumen membeli bensin sebanyak 10 liter, maka angka terdapat di tera meter sebesar itu.

Namun, faktanya, bensin yang diterima konsumen kurang dari itu. "Pelanggarannya itu melampaui ambang batas 0,5 persen. Rata-rata terakhir 2 persen. Jadi 7 persen dia pelanggarannya," imbuh Widodo.

Sekedar informasi, sebanyak 6 ribu SPBU tersebar di Indonesia. Sekitar 60 persen berada di Jawa. Dari total SPBU beroperasi di Jawa, sebanyak 60 persen diantaranya terdapat di Pantura.


2. SPBU asing lebih jarang curang

Merdeka.com - Menurut pengawasan yang dilakukan beberapa kali oleh Direktorat Metrologi terhadap SPBU-SPBU yang tersebar di Indonesia, lanjut Hari, diperoleh kesimpulan bahwa SPBU yang dikelola operator asing relatif lebih tertib.

Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan, Hari Prawoko mengatakan SPBU yang dikelola operator asing dinilai cukup laik mendapat apresiasi. "Kesimpulan kami malah yang milik asing lebih bagus. Selama ini kita apresiasi lah mereka bisa jaga akurasinya," ucap Hari.

PT Pertamina melalui juru bicaranya mengatakan jika setiap bulan pengawasan selalu dilakukan kepada SPBU berlogo Pasti Pas. Sejauh ini PT Pertamina belum menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh rekanan SPBU berlogo Pasti Pas. Namun, jika ditemukan penyimpangan, PT Pertamina tak segan memberikan sanksi untuk mencegah kejadian serupa terulang.

"Kita test dan cek semua daftar pemeriksaan Pasti Pas setiap bulan di semua SPBU. Bila ditemukan ketidaksesuaian akan langsung kami berikan sanksi tindakan untuk tidak terulang lagi di masa datang," ujar Wianda Pusponegoro melalui pesan WhatsApp.

Wianda pun menjelaskan soal sanksi bagi operator maupun rekanan yang memang sengaja melakukan kecurangan. "Bila libatkan oknum operator maka ada disipliner hingga PHK (Putus Hubungan Kerja). Kalo institusi hingga pemutusan hubungan usaha. Bila libatkan oknum operator maka ada disipliner hingga PHK. Kalo institusi hingga pemutusan hubungan usaha," katanya.


3. BBM jenis Solar paling sering dicurangi

Merdeka.com - Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan, Hari Prawoko mengatakan pihaknya banyak menerima pengaduan kecurangan SPBU tahun lalu. Kecurangan terbesar terjadi pada penjualan solar.

"Paling banyak 2015 itu SPBU di Medan sama Riau."

Hari tak bisa memastikan siapa pelaku kecurangan tersebut. Dia hanya bisa menduga kecurangan bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki akses ke alat ukur BBM di SPBU.

"Kami belum punya data pasti, karena mobil itu jarak dari satu Depo sama SPBU jauh banget. Jadi ada peluang menguap, jadi kami nggak bisa juga menyalahkan tiba-tiba berkurang," jelasnya.

Seperti diketahui, Minggu (31/1) lalu, satuan reskrim Polres Berau, menyegel SPBU di Jalan H Isa III, Tanjung Redeb, Berau. SPBU itu diduga menjual solar bercampur air ke konsumennya. Dugaan juga diperkuat dengan mencuatnya keluhan konsumen, yang mengalami mati mesin usai mengisi solar di SPBU itu.

Bahkan, pemilik kendaraan juga terpaksa mengeluarkan solar dari tangki kendaraan, usai membeli dari SPBU itu. Hasilnya, solar terlihat encer, bercampur dengan air.


4. Ini modus pelaku bermain curang

Merdeka.com - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MIGAS) bersama Kementerian Perdagangan melalui Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga melakukan pengawasan terhadap operasional stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di seluruh Indonesia. Pengawasan ini untuk mengurangi kecurangan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat.

Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan, Hari Prawoko memaparkan berbagai modus guna mengakali konsumen. "Macam-macam, ada yang misalnya pipa (truk BBM) di bawahnya dilubangi, ada yang elektroniknya sekarang dimofidikasi. Ya macam-macam sih," kata Hari.

Salah satu pegawai Pom Bensin di wilayah, Jakarta Timur berinisial MAK, 30 tahun menjelaskan praktik curang yang dilakukan SPBU maupun para karyawannya. Modus kecurangan itu menurut MAK memang berbeda-beda. Meski dia awalnya takut, namun akhirnya menjelaskan kecurangan tersebut untuk sekedar pengetahuan.

Kepada merdeka.com, MAK bercerita jika banyak modus yang dilakukan pegawai maupun pemilik SPBU. Misal dia menjelaskan, soal takaran bensin selalu kurang bisa jadi dimainkan oleh pemilik SPBU. Caranya dengan mengatur flow meter, yaitu alat untuk mengatur kecepatan arus dan jumlah BBM yang dikeluarkan oleh pompa dispenser sesuai angka petunjuk yang tertera pada mesin.

"Kalau misalnya nih beli dari awal liat angka 0 sampe nominal yang dibeli, kalo misalnya masih kurang takarannya berarti emang dari mesinnya kurang," ujar MAK saat berbincang dengan merdeka.com saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu.

Meski untuk mengetahui kecurangan ini perlu adanya alat ukur lebih terperinci seperti yang dilakukan Badan Metrologi, namun pembeli juga bisa mengetahuinya jika dia jeli dengan kapasitas tangki motor dengan spesifikasi mesin sepeda motor belum di modifikasi. "Kalau kaya begitu, mesinnya pompa bensinnya memang bermasalah," ujar MAK.

sumber : .merdeka.com

Artikel passioniformation Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top