Seorang oknum polisi, Aiptu ER, harus berurusan dengan satuan Propam Polda Kaltim setelah dianggap melanggar prosedur kepolisian.
ER ditahan setelah melepaskan dua kali tembakan dari pistolnya yang kemudian melukai seorang pedagang buah naga.
Insiden ini berawal ketika Poniman, si pedagang buah naga, bersama Hermanuel, tetangganya, sedang mengendarai mobil dalam perjalanan pulang dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Di dalam perjalanan, tepatnya di Kilometer 48 di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Poniman kemudian menyalip sebuah mobil hitam yang ditumpangi ER. Usai disalip, kemudian aksi kebut-kebutan dan saling mendahului terjadi.
Diduga, selain kebut-kebutan, juga keluar ledekan yang tak bisa diterima ER. Anggota polisi ini kemudian mencabut pistolnya dan melepaskan dua kali tembakan.
"Tidak langsung mengarah ke korban. Kalau langsung mengarah, kondisi korban tidak seperti sekarang. Terjadi pantulan (peluru)," kata Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Fajar Setiawan, Selasa (9/2/2016).
Pernyataan Fajar itu diamini pihak keluarga korban. Marcel, ayah Hermanuel, mengaku melihat proyektil berbentuk pipih yang melukai kaki Poniman.
"Kata mereka itu karena pantulan. Lagi pula, anak-anak ini mengatakan si (oknum) polisi menembak dari jarak sekitar lima meter dan menembaknya ke bawah," kata Marcel di tempat terpisah.
Fajar mengatakan, Propam Polda Kaltim sudah menahan dan memeriksa ER sejak Sabtu (6/2/2016).
Aiptu ER, lanjut Fajar, dianggap telah melampaui asas proporsional dan tidak mengikuti prosedur saat mencabut pistol lalu melepaskan tembakan.
"Polisi itu mesti proposional. Pelanggaran tidak bisa langsung mengacungkan senjata, lalu menembak. Mengacungkan senjata saja sudah salah, apalagi itu pelanggaran lalu lintas," kata Fajar.
Sesuai dengan standar kepolisian, lanjut Fajar, seorang anggotapolisi baru mencabut pistol jika dianggap seseorang telah membahayakan nyawanya.
Lebih jauh, Fajar menambahkan, langkah kepolisian menahan dan memeriksa ER adalah bukti bahwa polda sangat serius dalam membina jajarannya.
Hukuman untuk para polisi "nakal" akan lebih berat karena selain melanggar hukum, oknum juga melanggar etika kepolisian.
"Jadi, hukumannya itu bisa mutasi, tidak naik pangkat, penundaan pangkat, tidak sekolah, non-job, terberat ya ini masuk tahanan," kata Fajar.
"Polisi tunduk pada peradilan umum dan etika kepolisian," katanya.
Sumber : wartakota.tribunnews.com
0 komentar:
Posting Komentar